Beberapa hari yang lalu saya menerima telepon mendadak dari putra pertama kami yang sedang belajar di pesantren. Ia mengalami kekhawatiran yang besar karena terancam di ”gundul” dengan kehilangan surat izin liburan akhir tahunnya.
Saya bertanya kepadanya, “Mas, kamu kembali dari liburan tepat waktu. Mengapa kamu tidak tunjukkan bukti daftar ulangmu kepada pengurus keamanan”.
Iapun menjawab, “Sudah bi, tetapi kelihatannya pengurus tidak mau menerima alasan saya”.
Selanjutnya saya bertanya kepadanya, “Apa keputusan hukuman gundul itu sudah pasti?”
Dia menjawab, “Belum pasti bi, tetapi saya khawatir jika betul-betul digundul”.
Terakhir dengan sedikit santai saya berkata kepadanya,” Sudahlah mas untuk sesuatu yang belum pasti terjadi mengapa kamu terlalu memikirkannya. Itu justru akan membebani pikiranmu dan mengganggu belajarmu. Toh jika kamu digundul Abi ikhlas menerimanya karena abi yakin kamu bisa sabar menghadapinya. Dan jangan lupa habis cukur gundul segera telepon lagi supaya Abi segera datang ke Pondok untuk mengabadikan gundulnya mas dan menguploadnya di Facebook Abi.” (sambil bercanda).
Setiap orang tua mempunyai rasa cinta kepada putra-putri mereka. Rasa cinta tersebut mendorong untuk melindungi anaknya dari berbagai macam kesulitan dan kesusahan. Sungguh merupakan sikap yang bijaksana jika orang tua kadang membantu anaknya dan kadang membiarkannya untuk mnyelesaikan masalahnya berdasarkan kadar kemampuan anak di dalam mengatasinya.
Sebaliknya sikap yang terlalu melindungi anak dan selalu membantu setiap kesulitan anak justru menjadikan anak kehilangan kesempatan untuk belajar menyelesaikan masalahnya sendiri. Akibatnya anak akan selalu tergantung pada orang lain dan kurang mandiri di dalam hidupnya.
Miftahul Jinan, M. Pd. I., LCPC.
Direktur Griya Parenting Indonesia
Disadur dari buku “Anakku Hanya Pintar Sekolah“
Leave a Reply