Bullying Asrama Santri

Pagi ini saya mendapatkan kisah sedih dari salah satu sahabat tentang kematian seorang santri di Sumatra yang diakibatkan penganiayaan santri lainnya. Ini sungguh memprihatinkan kita sebagai pengasuh asrama sekaligus cambuk bagi kita untuk memperbaiki pola pengasuhan kita.

Mendapatkan kisah di atas maka fikiran ini langsung menuju satu kesimpulan penyebabnya yaitu pengasuhan yang lemah.

Mari kita lihat pada pesantren kita apa sudah mulai muncul tanda-tanda berikut ini ; sering terjadinya barang yang hilang bahkan pembobolan lemari santri yang kebetulan izin pulang kerumah, verbal bullying yang dibiarkan berkembang, sering terjadinya kekerasan terutama pada santri-santri junior oleh santri senior, tingkat kerusakan fasilitas pesantren yang tinggi, dan kepengurusan santri yang terlalu dominan tanpa adanya kontrol yang baik dari pengasuh pesantren.

Beberapa ciri pengasuhan yang kuat dalam sebuah pesantren yang dapat menghindarkan kejadian di atas:

1. Mengembangkan Pendekatan Individual

Kedekatan anak dengan para pengasuh asrama. Lebih baik jika dikembangkan pendekatan individual daripada pendekatan komunitas.

2. Kepekaan Pengasuh Asrama

Pengasuh cepat tanggap terhadap perubahan apapun pada anak, keceriaan yang berubah menjadi kemurungan, kebiasaan duduk di shaf depan berubah menjadi duduk di shaf belakang, bahkan tempat sampah yang bergeser tempatnya dia mengetahuinya

3. Diberlakukan Aturan yang Setara

Berjalan aturan yang sama antara santri senior dan santri junior, tidak menggunakan hukum rimba yang kuat menguasai yang lemah

4. Kesadaran dalam Mentaati Aturan

Santri cenderung lebih mentaati aturan pesantren karena kesadaran bukan karena ketakutan pada personal apalagi seniornya

5. Menjalankan Sistem Reward dan Punishment

Aturan dan prosedur pesantren tidak dijalankan berdasarkan pada reward dan punishment tetapi pada tauladan dan kesadaran diri

6. Ketegasan Pemangku Pesantren

Keberanian pesantren untuk menindak hingga mengeluarkan santri yang memang sudah sangat melanggar aturan yang mereka sudah sangat memahaminya dan menyadarinya (kalau nggak ditindak mendorong temannya melakukan hal serupa)

Beberapa hal yang mendorong terjadinya pengasuhan yang lemah pada beberapa pesantren :

1. Paradigma yang Salah

Paradigma yang salah dari beberapa pengurus yayasan maupun pengasuh pesantren tentang kurang pentingnya musyrif/musyrifah. Ini terlihat dari sistem perekrutan, pembinaan musyrif/musyrifah dan bisyaroh yang semua lebih rendah dari guru akademis.

Beberapa pesantren terlihat memiliki ruang kelas dengan fasilitas yang sangat baik, tetapi kondisi asrama santri sangat sederhana dengan fasilitas yang tidak memadai

2. Ketimpangan Jumlah Musyrif dan Santri

Jumlah musyrif/musyrifah yang tidak seimbang dengan jumlah santri yang terlalu banyak

3. Tidak Mengembangkan Manajemen Pengasuhan

Manajemen pengasuhan yang tidak dikembangkan dengan baik, sehingga musyrif/musyrifah hanya difungsikan sebagai pengawas santri dan bukan pengasuh

4. Kurangnya Pendampingan dan Pembinaan

Musyrif/musyrifah sering tidak didampingi dan dibina di dalam mengasuh santri karena pengasuh tidak bermukim di dalam pesantren atau pengasuh bermukim tetapi tidak pernah bersentuhan dengan santri dan tugas musyrif

5. Musyrif Memiliki Tugas Ganda

Beberapa musyrif dan musyrifah mempunyai tugas ganda yaitu mengasuh dan jam mengajar yang terlalu banyak. Sehingga tugas kepengasuhan hanyalah sisa waktu dan tenaganya.

Miftahul Jinan, M.Pd.I,. LCPC

Direktur Griya Parenting Indonesia