Beberapa waktu yang lalu saya mengisi Kajian Parenting di sebuah kantor pemerintahan. Pasca kajian ada seorang bapak yang bertanya sebagai respons dari materi kajian tentang mengontrol emosi anak.
“Afwan Ustadz, kami ini kerja untuk anak, mengapa kami harus menolak beberapa permintaan anak toh kami dapat membelikannya ?.”
Mendapatkan pertanyaan seperti di atas saya sempat tertegun dan kemudian mengembalikan pertanyaan tersebut dalam beberapa statement berikut ini :
1. Berfikir Sebelum Memberikan Kemauan Anak
Apakah kita harus menuruti semua keinginan anak, bahkan pada hal-hal yang menyalahi aturan atau pada hal-hal yang membahayakan anak itu sendiri.
Saya pernah menjumpai di depan Unit Gawat Darurat (UGD) sebuah rumah sakit sepasang suami istri yang menangis histeris karena putranya yang duduk di kelas 2 SMP mengalami kecelakaan hebat dengan sepeda motornya.
Saya hanya merenung, apakah keduanya tidak pernah berfikir sebelumnya tentang bahaya memberikan izin anak remaja untuk naik sepeda motor ? Memang penyesalan selalu diakhir peristiwa.
2. Membatasi Keinginan Anak.
Kita banyak menjumpai anak-anak yang selalu dituruti keinginannya seringkali tumbuh menjadi anak yang egois dan individual. Bahkan mereka tumbuh menjadi anak yang tidak siap ditolak keinginannya. Padahal di dalam hidup ini selalu bergantian antara penolakan dan penerimaan.
Jika kita hanya memberi pengalaman anak untuk selalu diterima keinginannya, maka sebenarnya kita hanya menyiapkan mereka untuk selalu diterima dan selalu sukses. Dan ketika datang penolakan dan kegagalan mereka tidak siap dan bereaksi berlebihan.
Sebaliknya anak-anak yang kadang dituruti dan kadang ditolak, maka ia akan terlatih untuk menghadapi kegagalan, dan menghargai setiap kesuksesan.
3. Menumbuhkan Sikap Kurang Berempati
Ada fenomena yang menarik yaitu anak-anak yang selalu dituruti keinginannya oleh orangtuanya, justru tumbuh menjadi anak-anak yang kurang berempati kepada orangtuanya. Karena bagi mereka yang selalu dituruti keinginannya, mereka tidak pernah mengalami kesusahan di dalam mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Dan akhirnya mereka memandang sebuah pemberian merupakan hal biasa, dan bukanlah suatu yang berharga. Sebaliknya anak-anak yang kadang dituruti dan kadang ditolak akan mampu memunculkan perasaan betapa berharganya penerimaan, sehingga muncullah rasa terima kasih terhadap siapa yang telah memberikan.
Mari kita didik putra-putri kita untuk lebih bisa mengontrol keinginannya sebagai wujud dari implementasi nilai-nilai puasa yang sedang kita kerjakan.
Miftahul Jinan, M.Pd.I., LCPC
Direktur Griya Parenting Indonesia
Disadur dari buku “Anakku Hanya Pintar Sekolah”