Anak-anak mendapat label “nakal atau bandel” tanpa memahami makna label-label tersebut. Memang, mereka sering merusak mainan miliknya. Namun, benarkah ia berniat untuk merusaknya? Mereka sering memukul kawannya. Namun, benarkah perilaku tersebut muncul atas dorongan rasa benci terhadap kawannya? Mereka kadangkala merokok diantara teman-temannya. Namun, benarkah mereka melakukannya karena nikmatnya rokok tersebut?
Kini, saatnya orangtua bersikap lebih arif dan bijak ketika merespon perilaku-perilaku tersebut. Jangan sampai “kenakalan” anak justru menjadi permanen akibat labelisasi orangtua terhadap perilaku-perilaku kreatif/negatif mereka.
Memang, perilaku anak-anak kadang bisa memicu kemarahan kita sebagai orangtua. Bahkan kita sering kehilangan kendali sehingga kasus pemukulan pun kadang terjadi.
Berikut ada beberapa cara meminimalisir perilaku “nakal” anak–anak agar orangtua juga tidak lepas kontrol:
1. Membuat Peraturan
Orangtua perlu menerapkan beberapa peraturan terhadap anak-anak, seperti jam mereka harus belajar, dsb. Buatlah peraturan yang sederhana. Anda dapat memulainya dengan membuat list ‘’Hal-hal yang boleh dan tidak boleh”.
Diskusikan hal ini dengan anak-anak agar mereka mengerti dan tahu konsekuensi yang akan mereka terima jika melanggar peraturan yang telah ditetapkan.
2. Mencegah Lebih Baik daripada Mengobati
Jika Anda merasa tingkah laku anak sudah mulai diluar batas normal, maka segera alihkan perhatiannya ke hal lain, seperti mengajaknya bermain dengan mainan kesukaan mereka. Beberapa barang yang berharga dan mudah pecah sebaiknya disimpan di tempat yang aman dan sulit dijangkau oleh anak.
3. Pahami Tingkah Laku Anak Anda
Identifikasi secara teratur perilaku “nakal” anak Anda. Jika memungkinkan, Anda dapat menulis dalam sebuah catatan harian setiap kali “nakal” anak Anda memuncak. Beri penjelasan dalam catatan bagaimana “kenakalan” tersebut terjadi, pemicunya, dan apa yang mereka lakukan setelah melakukan suatu “kenakalan”.
Dari catatan tersebut, kita dapat melihat pola perilaku “kenakalan” mereka sama seperti langkah sebelumnya: apa saja pemicunya dan pertimbangan segala akibat yang akan terjadi di waktu yang akan datang jika hal ini tidak segera ditindaklanjuti.
Amati terus penyebab “kenakalan” anak Anda. Tanyakan kepada diri Anda juga, apakah selama ini Anda sudah memberikan perhatian yang cukup? Jangan salahkan diri Anda jika melihat perilaku anak yang kerap membuat Anda pusing tetapi carilah jalan keluarnya agar “kenakalan” mereka dapat diatasi.
4. Menerapkan Kedisiplinan
Anda perlu mengamati jenis tindakan kedisiplinan yang Anda terapkan kepada anak, contohnya meminta anak untuk diam sejenak di kursinya, melarang bermain dengan mainan kesayangannya selama beberapa saat, dan lain-lain. Kaji kembali apakah Anda cukup lunak terhadap segala “kenakalan” mereka, atau mungkin perlu memperketat kedisiplinan lagi.
5. Identifikasi Permasalahan
Jika suasana semakin tegang dan kemarahan Anda kepada sang anak sudah mulai memuncak, maka ingatlah untuk selalu dapat menahan dan meredam kemarahan Anda sedikitnya selama 5 menit. Ambil napas dalam-dalam dan bertanyalah dalam hati, “Mengapa saya marah?” Coba Anda identifikasi permasalahan dan temukan jalan keluarnya.
6. Hindari Memukul Anak Jika Sedang Marah
Sebuah riset menunjukkan bahwa memukul anak tidak akan menolong Anda, apalagi jika memukul anak ketika hati Anda sedang dipenuhi amarah. Hal ini justru akan merusak jiwa anak Anda. Hindari memukul anak jika dada Anda sedang dipenuhi amarah. Memukul anak sebagai kompensasi atas tindakan “kenakalan” mereka sangat tidak efektif.
7. Jangan Berteriak
Anda tentu tahu bahwa setiap luapan kata-kata Anda ketika tidak tahan melihat “kenakalan” anak dapat menyakiti hatinya. Hindarilah berteriak jika sedang dalam keadaan marah. Jika anak melakukan kesalahan, maka ingatkan bahwa yang baru saja ia lakukan adalah salah dan membuat Anda marah. Ingatlah, be angry at what they did, NOT at who they are!
8. Gunakan Penghargaan dan Konsekuensi Logis
Penghargaan dapat membuat anak senang melakukan hal-hal yang sesuai dengan aturan dan disiplin. Sedangkan konsekuensi akan mendorong anak untuk menghindari hal-hal yang melanggar aturan. Anak-anak yang mengetahui konsekuensi atas tindakan yang akan ia lakukan dapat membantu munculnya kemandirian anak untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu.
Miftahul Jinan, M. Pd. I., LCPC.
Direktur Griya Parenting Indonesia
Disadur dari buku “Tips Instant Mendidik Anak”
Leave a Reply