Bahasa Kalbu

Kalau kita sedang mengikuti upacara  bendera maka kita akan sering mendengarkan beberapa kalimat berikut ini, “siap gerak, lencang depan gerak dan lain-lain”. Reaksi kita mendengar kata-kata tersebut adalah segera bergerak sesuai dengan instruksinya. Mengapa hal itu kita lakukan? Maka jawaban sederhananya adalah karena aturannya ya demikian. Tetapi ada satu hal yang luput dari perhatian kita, yaitu cara memberi instruksi memang mendorong seseorang untuk segera bergerak. Dengan suara lantang dan kecepatan instruksi yang tinggi, maka ia dapat merangsang siapapun untuk segera bergerak. Kalau kita mencoba untuk memberikan instruksi yang sama tetapi suara dan kecepatan kita rendahkan maka reaksi untuk bergerak bagi yang mendengar akan sangat berbeda. Dapat kita sederhanakan bahwa bahasa yang digunakan dalam instruksi di atas adalah bahasa fisik.

Kondisi berbeda saat kita masuk kelas dan mendengar penjelasan Guru, maka kita akan merasakan intonasi dan suara yang berbeda, lebih lembut dengan kecepatan sedang. Dan siswapun dapat fokus pada penjelasan guru. Penjelasan guru dengan karakteristik demikian telah merangsang anak-anak secara fokus dalam fikiran.  Sederhananya guru tersebut menggunakan bahasa fikiran.

Saat kita menjalankan Shalat atau memanjatkan doa, kita akan menggunakan suara yang lebih pelan dari dua bahasa di atas. Suara ini mendorong seseorang untuk tenang, tidak bergerak dan merangsang perasaan untuk bekerja. Bahasa yang digunakan adalah bahasa kalbu. Yaitu bahasa yang dapat menembus hati seseorang. Kita jarang menggunakan bahasa yang ketiga. Karena kita melihat sedikitnya kesempatan yang dapat digunakan dengan bahasa kalbu. Padahal setiap perilaku yang harapkan pada anak-anak kita harus bermuara dalam hati. Dan ini akan sangat mudah jika kita menggunakan dengan bahasa kalbu