Ini bukan angka yang ada maknanya, sebagaimana Valentino Rossi memilih angka 46 karena saat kecil ia terkagum-kagum menonton aksi rider wildcard dari Jepang yg memakai nomor 46 dan sang ayah dulu juga memakai nomor yang sama. Tetapi ini jumlah kegagalan yang dialami anakku saat Ia belajar memasang tali sepatu.
Kedua anak laki-laki kami secara bersamaan meminta sepatu untuk sekolah. Anak kami yang lebih besar meminta dibelikan sepatu karena Ia sangat membutuhkannya sebagai ganti bagi sepatunya yang Ia gunakan dari pagi hingga sore. Hari-hari ini hujan di Surabaya sering turun dengan lebatnya, sehingga seringkali sepatunya basah.
Sementara anak yang lebih kecil meminta sepatu untuk kebutuhan variasi memakai sepatunya. Akhirnya saya membelikan sepatu untuk anak kami yang lebih besar karena Ia lebih membutuhkan dari anak yang lebih kecil. Untuk keputusan tersebut kami telah menjelaskan pada kedua anak kami.
Tulisan ini justru terinspirasi dari anak kami yang lebih kecil, saat ini Ia duduk di kelompok B taman kanak-kanak. Ia begitu tertarik melihat sepatu baru kakaknya apalagi dengan tali sepatu yang panjang.
suatu ketika anak kami yang lebih kecil meminjam sepatu baru kakaknya, walaupun ukuran sepatu tersebut kebesaran, namun beberapa kali Ia tetap mencoba untuk memakainya dan mengikatkan tali sepatunya. Karena usahanya selalu gagal, kemudian Ia membawa sepatu tersebut untuk meminta bantuan kakaknya. Kakaknya datang untuk membantu, dan tali sepatu tersebut telah terikat dengan baik.
Namun yang menarik bagi anak kami yang kecil bukanlah memakai sepatu tersebut dengan tali yang sudah terikat, tetapi ia lebih tertarik pada cara mangikat talinya. Ia kemudian melepaskan kembali ikatan tersebut dan mencoba kembali mengikatnya dengan mandiri, namun karena umurnya yang masih belum cukup, akhirnya Ia tetap mengalami beberapa kali kegagalan.
Kali ini Ia datang kepada saya untuk meminta contoh bagaiamana mengikat tali sepatu dengan benar. Saya membantu dengan cara yang lebih sederhana. Saya membimbing langkah demi langkah. Ia berusaha untuk mengikuti petunjuk dari saya dengan beberapa kali mengalami kegagalan dan kesuksesan. Total kegagalan yang dia alami tidak kurang dari 19 kali, sebuah jumlah kegagalan yang mungkin bagi kita orang dewasa akan terasa berat menghadapinya.
Anak-anak perlu mengalami kegagalan pada kegiatan-kegiatan yang disenanginya. Pengalaman merasakan kegagalan pada kegiatan-kegiatan yang disenanginya menjadi jembatan bagi anak untuk belajar mengalami beberapa kali kegagalan pada kegiatan yang kurang disenanginya.
Anak-anak yang pernah mengalami kegagalan dan Ia mencoba untuk bangkit dari kegagalan tersebut, adalah pelajaran berharga bagi mereka untuk mengalami kegagalan pada hidupnya dan Ia belajar bangkit dari kegagalan tersebut.
Tugas orang tua hanyalah memantau dan mendampingi untuk terus mencoba dan mencoba lagi hingga ia berhasil.
Saya pernah memperhatikan anak ketiga kami sedang menaiki galon kosong dan berusaha lebih lama bertahan di atas galon tersebut. Beberapa kali Ia naik dan sebentar saja Ia terjatuh dari galon tersebut. Tetapi Ia tetap mencoba dan mencoba, tidak ada tindakan yang saya lakukan terhadapnya kecuali hanyalah memberikan isyarat non verbal bahwa saya mendukungnya.
Anak ketiga kami melakukan hal yang sama berkali-kali tanpa pernah merasa bosan, mungkin setelah berpuluh-puluh kali jatuh akhirnya Ia berhasil, dan itu sebuah kenikmatan yang sangat besar saat saya temui kembali dan dia memperlihatkan kemahirannya duduk di atas galon lebih lama dari sebelumnya.
Orangtua sering memandang kegagalan anak di dalam mencoba sebagai peristiwa yang harus dibantu, seperti seorang anak yang sedang belajar makan sendiri, orangtua sering terlalu cepat membantu anaknya ketika Ia beberapa kali gagal menempatkan lauknya pada sendoknya. Akhirnya anak tersebut ketagihan untuk dibantu memasukkan makanan pada sendoknya, dan dia sendiri hanyalah memasukkan sendok beserta isi yang sudah disiapkan ke dalam mulutnya.
Membantu anak untuk mendapatkan keberhasilan baginya adalah sikap yang mulia dari orangtua, tetapi mendampingi anak untuk mengalami kegagalannya adalah hal yang lebih mulia. Karena hidup ini bukan hanya bagaimana seseorang itu mendapatkan kesuksesannya, tetapi bagaimana seseorang tetap bertahan disaat ia mengalami kegagalan.
Miftahul Jinan, M.Pd.I., LCPC
Direktur Griya Parenting Indonesia
Disadur dari buku “Anakku Hanya Pintar Sekolah”