TEGURAN HATI NURANI

Sebagai mushrif atau guru kita tentu akan menjumpai beberapa perilaku anak yang kurang baik. Tentunya menghadapi perilaku tersebut terpaksa kita harus menegurnya. Ada banyak jenis teguran yang sering dilakukan oleh kita, seperti membentak atau mengancam anak, menjelaskan dan mempertanyakan kepada anak tentang perilakunya dan lain sebagainya.

Ada satu jenis teguran yang dapat kita lakukan yang mampu menyentuh hari nurani anak-anak kita. Tentunya inilah cara yang paling ideal bagi kita di dalam menegur perilaku anak yang kurang baik.

Saat anak meletakkan sampah di dalam kelas tidak pada tempatnya, kita dapat mengambil sampah tersebut tanpa bicara apapun kepada anak dan meletakkannya pada tempatnya. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut kita saat melakukannya.

Anak yang melihat aktifitas kita merasa kurang enak hati melihat sampahnya justru diletakkan oleh gurunya.

Saat anak sedang bermain di kamar, kemudian adzan tanda waktu shalat terdengar, mushrif menunjukkan persiapan dirinya untuk segera pergi ke masjid. Anak yang melihat mushrifnya mempersiapkan diri ke masjid tidak nyaman jika tidak mengikutinya. Tidak ada kata-kata apalagi perintah dari mushrifnya.

Mungkin di antara kita akan membayangkan ini terlalu sulit untuk dilakukan oleh kita para mushrif dan guru. Apalagi anak ditegur menggunakan ucapan saja seringkali tidak melaksanakannya. Apalagi jika kita tegur dengan tanpa ucapan.

Kalau dapat saya sedikit menjelaskan tentang teguran hati nurani ini, memang cukup sulit untuk sampai tahapan teguran seperti ini, karena ini adalah teguran yang paling ideal yang dapat kita lakukan. Tetapi minimal kita mempunyai tujuan jauh, di suatu hari akan dapat mencapainya dengan baik.

Ada beberapa pra syarat yang harus kita lewati sehingga tahapan teguran paling ideal ini dapat kita laksanakan terhadap anak-anak kita, yaitu :

  1. Mushrif dan guru harus membangun sebuah lingkungan yang mempermudah anak untuk melakukan aktifitas positif. Seperti lingkungan yang membiasakan untuk mematikan televisi setiap kali terdengar adzan. Maka akan sangat mudah bagi anak untuk ditegur nuraninya, dibandingkan sebuah lingkungan yang tetap menyalakan televisi walaupun adzan berkumandang.
  2. Orang tua dan guru membangun aktifitas positif dengan diskusi dan komunikasi yang baik antara mushrif dan anak. Bukan aktifitas yang dibangun dengan paksaan dan kekerasan. Sehingga anak-anak melakukan aktifitas tersebut dengan penuh kesadaran dan pemahaman yang baik.
  3. Aktifitas positif yang disempurnakan dengan contoh yang kuat dari mushrif dan guru, bukan aktifitas yang sulit bagi anak untuk mendapatkan contoh.
  4. Saat mushrif dan guru memberikan teguran hati nurani, muncul dari rasa cinta akan kebaikan perilaku anaknya. Bukan diliputi oleh kebencian akan perilaku anaknya yang kurang baik.

Drs. Miftahul Jinan, M.Pd.I., LCPC.

Direktur Griya Parenting Indonesia